STORIES FOR THE FUTURE

by VITRI JUNIATI

Menu
  • Home
  • Story
    • Dari Rumah
    • Dari Otak
  • Curiosity
  • Review
    • Book
    • Film
    • TV Show
  • Travel
    • Jakarta
    • Semarang
    • Solo
    • Yogyakarta
  • Cooking
Menu

The Birth of Korean Cool: Bagaimana Korea bisa seheboh sekarang?

Posted on August 14, 2017January 28, 2018 by Vitri Juniati
The Birth of Korean Cool: How One Nation is Conquering the World Through Pop Culture by Euny Hong

Sebagai penonton berbagai variety show, film hingga drama Korea, selalu ada di benak saya bagaimana Korea bisa seheboh sekarang. Bagi orang-orang angkatan kelahiran awal 90-an (atau yang lebih tua) seperti saya, dulu pernah merasakan fase ketika Taiwan sedang jaya-jayanya di Indonesia. Demam F4 dengan Meteor Gardennya jelas tak terlupakan. Berbicara mengenai drama, ketika pertama kali “terpapar” drama Korea seperti Winter Sonata dan Endless Love dulu, saya justru tidak tertarik karena lebih menyukai drama Taiwan –yang kala itu banyak di putar di televisi Indonesia (atau mungkin karena memang saya males sama cerita melodrama aja sih). Satu yang saya tahu, -sekedar tahu (lupa juga tahu darimana)- adalah Korean Wave –Hallyu merupakan program pemerintah Korea. Bagaimana, kenapa dan kok bisa, saya belum pernah berusaha mencari tahu apalagi menemukan jawabannya, hingga saya iseng meluangkan waktu membaca buku ini.


The Birth of Korean Cool : How one nation is conquering the world through pop culture, ditulis oleh jurnalis keturunan Korean-American (Kedua orang tuanya tinggal di US hampir 20 tahun lalu kembali ke Korea di tahun 1985, dalam program pemerintah yang menarik pulang orang-orang pintar Korea untuk “pulang kampung”). Sebenarnya jika ingin sekedar tahu jawaban dari pertanyaan saya diatas, membaca Introduction dari buku sudah cukup menjawab. Namun, pembahasan lebih lengkap ada di dalam tiap bab buku ini tentu saja.

Tahun 1994, Pemerintah Korea membangun infrastuktur internet, selayaknya membangun jalan tol atau rel kereta api. Korea bersiap untuk “terbuka”, membangun jalan internet. Bukan terbuka untuk menerima berbagai hal dari luar, tapi sebaliknya. Mereka mempersiapkan mekanisme dominasi pop culture ini sejak munculnya world wide web.

Pertanyaannya kemudian, Kenapa?

Korea mengembangkan “soft power”-nya. Hard Power adalah kekuatan militer hingga ekonomi, Soft Power menunjukan kekuatan negara melalui citra, sebagaimana US dengan Marlboro Reds dan Levi’s Jeans-nya James Dean.

Pemerintah Korea Selatan menjadikan Korean Wave sebagai prioritas utama. Menyasar negara-negara dunia ketiga, yang terlalu miskin untuk dipedulikan bagi sebagian besar negara-negara barat. Korea mempelajari budaya negara-negara dunia ketiga ini untuk menentukan produk “K-culture” apa yang akan disukai. Dan satu kekuatan Korea dalam hal ini adalah, karena Korea juga dulunya negara dunia ketiga, mereka paham betul fase perkembangan negara-negara ini. Ahli-ahli  ekonomi Korea bekerja melihat tingkat kemampuan daya beli si negara-negara sasaran ini. Makanya ya, nggak heran banyak fans-fans Kpop dari berbagi negara Timur Tengah, Eropa Timur, Amerika Latin dan Asia Tenggara tentu saja.

Pemerintah Korea memiliki multiple five year plans. Mereka memahami bahwa menyebarkan budaya Korea bergantung pada kekuatan Internet. Maka, mereka mensubsidi akses internet bagi kalangan miskin, orang tua dan disabled. Tidak hanya pemerintah yang memiliki five year plans, begitu pula perusahaan-perusahaan swasta. Salah satunya bisa dilihat di perusahaan-perusahaan rekaman yang biasanya menghabiskan 5-7 tahun untuk mendidik calon-calon artis mereka.

Bagaimana kemudian pemerintah dan swasta bisa “sejalan”?

Ekonomi Korea sendiri merupakan sebuah paradoks; di satu sisi ia sangat kapitalis namun pemerintah Korea juga selalu ikut campur dalam industri swasta. Korea adalah satu dari sedikit negara yang pemerintahnya berinvestasi di perusahaan-perusahaan start-up negeri sendiri. Hampir sepertiga dari venture capital di Korea untuk industri hiburan, lebih banyak dari sektor-sektor lain. Bahkan di tahun 2009, pemerintah Korea mengalokasikan 91 juta US dollar untuk menyelamatkan K-pop ketika industri rekaman terseok karena illegal music download.  Program didalamnya termasuk membangun K-pop center concert hall hingga menciptakan regulasi terkait royalti yang harus dibayarkan oleh pemilik noraebang (tempat karaoke) untuk  semua lagu-lagu yang dimainkan.

The nation has decided that the twenty-first century will be Korea’s century, just as the twentieth century was America’s century.

Sebagaimana judulnya, “The Birth of Korean Cool”, buku ini tidak hanya langsung membahas tentang budaya pop Korea itu sendiri, namun bagaimana Korea bisa seperti sekarang.  Mulai dari isu pendidikan (apa yang digambarkan di drama-drama Korea bagaimana si guru ringan tangan, ternyata emang dulu beneran terjadi) yang terkait dengan mentalitas orang Korea, sistem penamaan di Korea, hierarki tata krama, bunuh diri, kimchi, plastic surgery, ketegangan dengan Jepang dan Korea Utara,  hingga Kpop dan Kdrama tentu saja.

Bagi orang-orang yang tertarik dengang Korean pop culture atau Korean culture in general, this book is definetly worth reading. Dengan gaya penulisan yang santai, dan sudut pandang yang digunakan, buku ini asyik dibaca. Tidak seperti membaca buku literatur hasil riset karena dengan gaya penulisannya, buku ini serasa lebih akrab selayaknya seorang teman yang sedang bercerita namun tetap informatif.

 “It’s no wonder so many people around the world have caught the Korean Wave –Hallyu”

Barack Obama

 

 

*Of course, Korea refers to South Korea 

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Ternyata Tak Sulit! Begini Cara Mudah Punya Rumah untuk Milenial
  • Seperti ASUS ZenBook Pro UX580 yang Inovatif dan Tangguh, Kamu Juga Harus Begitu Kalau Kerja di Startup
  • 4 Tahun Kerja, Ini yang Sudah Dilakukan Pemerintah! Mana yang Paling Kamu Rasakan?
  • 6 Fakta Menarik tentang Rok Mini
  • Menikmati Karya Seni di Semarang Gallery

Archives

January 2021
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
« Jun    

Instagram

So it's true that you'll let go of people without So it's true that you'll let go of people without even noticing. 

You don't expect their existence in your life anymore.

You choose not to give a damn if they would like to stay or leave. 

Because you realize that searching for reason is a good enough reason to let go.
Semua yang pertama pasti tidak akan mudah. Hari p Semua yang pertama pasti tidak akan mudah.

Hari pertama sekolah.
Hari pertama kerja. 
Kencan pertama. 
Sampai mencari rumah pertama. 

Tapi yang disebut terakhir ternyata tak sesulit itu sekarang. 

Baca tulisan selengkapnya di blog~ 
Klik link di bio.

#1dekadeFLPP
#KaryaTulisSiKasep
#dblkaryatulissikasep
"Pakai baju yang terang harusnya" "Saya pecinta ke "Pakai baju yang terang harusnya"
"Saya pecinta kegelapan Mas" 😌

#baluran #banyuwangi
I want you to know ⁣⁣that I love your ordinari I want you to know ⁣⁣that
I love your ordinariness, ⁣⁣
⁣⁣
because I, ⁣⁣
too, ⁣⁣
am ordinary. ⁣⁣
⁣⁣
𝐓𝐡𝐞 𝐭𝐫𝐮𝐭𝐡 𝐢𝐬, ⁣⁣
𝐰𝐞 𝐚𝐫𝐞 𝐚𝐥𝐥⁣⁣
𝐨𝐫𝐝𝐢𝐧𝐚𝐫𝐲. ⁣⁣
⁣⁣
⁣⁣
#TheThingsYouCanSeeOnlyWhenYouSlowDown
Piknik tapi kerja. Kerja tapi piknik. . . Di balik Piknik tapi kerja. Kerja tapi piknik. .
.
Di balik suka cita "kerja rasa liburan", ada rasa sakitnya kaki yang letih berjalan berkilo-kilo meter, hati yang risau karena tersesat, ada pundak yang pegal dan leher yang kaku.
.
.
Sebegitu sibuk  sampai lupa makan bener, tapi juga sebegitu seru karena banyak pengalaman baru.
.
. 
Seperti antre panjang ikutan pemilu di KBRI, beberapa kali salah naik dan turun bis, terpisah dan tersesat tanpa internet, melihat proses transaksi di lokalisasi, hingga tak sengaja makan babi 😌
.
.
Cerita selengkapnya bakal ditulis di blog. Kalau laptop sudah sembuh.
.
. 
#singapore
#marinabaysands
#blogger
#vacation
#piknik
#exploresingapore
.
. 📷 : @vinafleta
Can you come through? Can you come through?
Selalu suka lihat bangunan tua. Mau bangunan gere Selalu suka  lihat bangunan tua. Mau bangunan gereja megah, ruko kecil sederhana di perempatan jalan, hingga bangunan cantik yang dulunya kediaman saudagar kaya raya. .
.
Bukan sekadar perkara fisik bangunan, tapi saya penasaran kisah seperti apa yang terekam di setiap sudutnya. .
.
Ini "Teras Oei Tiong Ham" salah satu sudut di RM. Pringsewu Kota Lama Semarang yang mungkin jadi saksi berbagai kisah menarik si saudagar kaya Semarang, Oei Tiong Ham. .
.
 Beberapa waktu lalu disini seru-seruan bareng  @gandjelrel merayakan ulang tahun ke-4 Komunitas Blogger Perempuan Semarang ini.
.
Cerita selengkapnya bisa klik link di bio~ 
#g4ndjelrel #blogger #semarang #kotalama #pringsewu
Semacam video klip di karaokean gitu yang ga nyam Semacam video klip di karaokean  gitu yang ga nyambung sama lagunya.
. 
Dilengkapi dengan suara sumbang dan gitaran grotal gratul.
Sering menunda-nunda kerjaan? Ini caraku untuk seg Sering menunda-nunda kerjaan? Ini caraku untuk segera berhenti procrastinate: langsung bikin list.
.
Dari situ otak "jadi lurus", satu per satu kerjaan bisa terselesaikan. Kalau kamu, gimana biar tetap disiplin, semangat dan bertanggung jawab saat kerja?
.
Meningkatkan etos kerja jadi salah satu aksi nyata revolusi mental yg bisa kamu lakukan demi Indonesia loh.
.
FYI, 26-28 Oktober 2018 bakal berlangsung  Pekan Kerja Nyata Revolusi Mental di Sulawesi Utara. .
Kamu, aku, kita, semua bisa ikut berubah jadi lebih baik. Mulai aja dari diri sendiri. 
#AyoBerubah
#PKNRM18AyoBerubah
Load More... Follow on Instagram
This error message is only visible to WordPress admins

Error: API requests are being delayed. New posts will not be retrieved for at least 5 minutes.

Blogger Perempuan

Meta

  • Log in
  • Entries feed
  • Comments feed
  • WordPress.org
IBX5AF9438659C96
© 2021 STORIES FOR THE FUTURE | Theme by Superb WordPress Themes