Apa yang dilakukan bapak dan ibu ketika tahun 1983 terjadi gerhana matahari?
Kata ibu, dulu ia sembunyi dibawah kolong tempat tidur meski orang-orang yang lebih tua berani melihat menggunakan air di ember. Sementara bapak nonton gerhana matahari di TVRI. Hari ini, Rabu 9 Maret 2016, setelah 33 tahun berlalu, bertepatan dengan Hari Raya Nyepi terjadi kembali gerhana matahari di Indonesia. Kalau anak cucu nanti tanya, apa yang saya lakukan ketika terjadi gerhana matahari hari ini, saya nonton live report dari berbagai stasiun televisi, dan live streaming di Youtube. Tentu saja sambil menulis tulisan ini lalu heboh pakai kertas dan kemudian handphone untuk melihat gerhana yang terjadi. Yup a whole new level of multitasking.
Lalu ketika jam-jam puncak gerhana terjadi, saya mulai mencoba menggunakan kertas putih untuk melihat. Ternyata matahari dapat dilihat tepat dari pintu belakang rumah (dengan masih menggunakan celana tidur, belum mandi) tanpa ribet ke tempat ramai atau tempat tinggi (emangnya mau nonton kembang api tahun baru?). Jadi nggak perlu susah-susah pergi ke Gombel apalagi Masjid Agung. Nggak ada niatan mau keluar rumah pagi-pagi juga sih. Sayangnya, saya kurang riset cari tahu kapan puncak gerhana matahari sebagian terjadi di Semarang. Alhasil ya, sekitar jam setengah 8 saja saya mulai antusias merekam menggunakan kamera handphone yang seadanya.
Orang-orang disekitar saya pun juga nggak heboh-heboh amat. Biasa aja gitu. Tetangga depan rumah cuma duduk-duduk santai seperti pagi-pagi biasanya, anak-anak kecil yang sedang libur tanggal merah karena Nyepi juga main-main biasa aja. Orang-orang melakukan rutinitas pagi seperti hari-hari biasanya. Mungkin karena memang karena tidak terjadi gerhana matahari total di Semarang, jadi orang nggak heboh-heboh amat. Cuma beda memang terdengar suara doa-doa dari speaker masjid yang sedang melakukan solat gerhana. Karena katanya hewan-hewan akan bereaksi terhadap peristiwa gerhana matahari, kalau saya nggak melebih-lebih kan dan memang ini ada kaitannya, burung-burung yang dimiliki tetangga bersuara lebih keras. Saya berharapnya anjing tetangga ikut menggonggong, ternyata nggak juga.
Satu hal yang jelas terasa berbeda (kata media) adalah jika di masa lalu orang ketakutan dengan fenomena gerhana matahari, seperti yang dilakukan ibu saya, hingga sembunyi-sembunyi. Saat ini fenomena gerhana matahari disambut dengan antusias. Melihat sebuah peristiwa alam yang jaman SD cuma ada di buku teks pelajaran dan jadi hapalan untuk ujian : gerhana matahari sebagian, gerhana mtahai total, gerhana matahari cincin, lalu kini dengan jelas bisa dilihat dan sedang terjadi. Rasanya? Takjub. Maka nggak heran jika orang-orang yang benar-benar berada di lokasi yang menjadi jalur lintasan gerhana matahari total sampai benar-benar takjub ketika hal itu terjadi. Mungkin rasanya berbeda ya menjadi saksi sebuah peristiwa alam luar biasa di suatu tempat bersama ribuan orang lainnya. Tapi berada di rumah dan tetap bisa melihat peristiwa itu terjadi juga cukup menjadi pengalaman yang luar biasa. Ada cerita yang tetap bisa diceritakan kelak ke anak cucu.