Belum lama ini dari mulut saya sendiri keluar kalimat :
“Hidup susah, realistis aja, jangan kaku dan sok idealis, yang penting bisa makan, cari kerja yang bayarannya banyak dan bikin kaya, passion tinggalin dulu aja. Kalau nemu jalan yang bisa menghasilkan duit banyak dari passion ya alhamdulillah”
Pada kehidupan menjelang tahun ke-23, alih-alih mendekati semua mimpi-mimpi di masa lalu, saya justru jadi lupa sebenarnya impian saya apa dulu.
Persoalannya hidup adalah “apa yang dijalani” menuju “yang ingin dicapai”. Maka, ketika apa yang sedang dijalani tampak tak sejalan dengan apa yang dulunya ingin dicapai, hidup tidak bisa lalu berhenti begitu saja kan? Masa iya terus-terusan terjebak pada persoalan impian yang tertinggal dan gagal diraih?
Katanya orang hidup itu harus punya impian. Persoalannya, impian seringkali hanya dinilai sebagai sebuah ide besar luar biasa yang ingin diraih entah suatu saat nanti di masa mendatang. Padahal, seharusnya kita sudah menyusun jalur setiap harinya untuk menggapai impian itu. Namun, seringkali hidup tidak berjalan sesuai apa yang kita inginkan. Ada kalanya rintangan membuat kita harus belok sedikit ke kiri atau ke kanan. Sayangnya, hidup di jalur yang sudah belok itu tidak semenyenangkan apa yang menjadi harapan. Impian pun kemudian berubah menjadi masalah yang harus diselesaikan –yang hanya bisa selesai jika dicapai. Sementara kita sendiri tetap harus bisa bertahan hidup di jalur yang sudah agak berbelok itu. Kemudian, ketika hidup makin keras, maka harus menjadi semakin tangguh. Jadi, nggak perlu terus-terusan diam di tempat meratapi nasib. Kalau apa yang ingin dicapai dulu sudah nampak sulit untuk diraih, ya ambil jalan mudahnya saja lah dengan membuat impian baru di jalur yang sedang dijalani. Biar nggak gila dan terus bisa bertahan hidup.