Dulu saya pernah mempertanyakan tanda “Start dan Finish” yang banyak bertebaran di jalanan untuk lomba Gerak Jalan atau Jalan Sehat setiap 17-an. Kenapa tanda Start dan Finish hanya dibatasi oleh sebuah garis di antaranya? Maksudnya bagaimana? Saya selalu berpikir bahwa Finish adalah tujuan akhir. Tapi mengapa ada di tempat dimana semua berawal? Seingat saya saya tidak pernah mengajukan pertanyaan ini ke orang lain. Saya hanya selalu berpikir setiap kali saya bersepeda sore bersama teman-teman dan melewati tanda Start dan Finish di jalanan. Hingga saya menemukan jawabannya di kemudian hari ketika saya akhirnya mengikuti Jalan Sehat.
Tragedi yang saya bilang belum terlihat ujungnya di tulisan saya ini, kini sudah terlihat. Dan dead-end nd. Buntu. Tidak ada jalan keluar. Maka saya memutuskan untuk putar balik.
Awalnya saya pikir saya tidak akan putar balik. Dan tidak ingin putar balik hanya karena saya (sepertinya) menyukai jalur yang saya pilih dan sudah saya lewati.
Namun, hidup memang tentang mengambil keputusan. Maka saya mengambil keputusan.
Sepertinya saya berputar balik. Namun, (sebenarnya) sepertinya tidak.
Saya lalu mempertanyakan apakah saya benar-benar menyukai jalur yang telah saya lewati itu? Benarkah saya yang memilih jalur tersebut untuk saya sendiri? Atau saya hanya melihat kesempatan, lalu memutuskan untuk mengambil jalur itu –sebagaimana kata teman saya yang mengatakan saya suka lihat keadaan dulu baru mengambil keputusan?
Sepertinya saya hanya terlalu takut untuk mengambil jalur yang tidak saya pilih dulu. Hanya karena saya berada pada lingkungan yang mendorong saya untuk memilih jalur yang ternyata buntu itu, maka saya memutuskan memilihnya. Sial, saya mulai menyalahkan keadaan. Tidak. Saya memang mau memilih jalur yang ternyata buntu itu. Saya tidak memilih jalur yang baru saja saya akan lalui setelah berputar balik ini kala itu.
Setahun saya lewati untuk melalui jalur yang ternyata buntu ini, dan berapa kali saya terpikir untuk lebih baik memilih jalur yang baru akan saya lewati ini? Berkali-kali.
Saat saya sudah memulai mengajak orang lain untuk berjalan di jalur yang sama, lalu ternyata saya sendiri belum melalui satu tahapan yang harus saya lewati terlebih dahulu untuk bisa berjalan bersama. Maka, saya berkata dalam hati :
“Saya tidak mau memikirkan hal ini dulu, saya mau fokus menyelesaikan tahapan yang harus saya lewati ini. Kalau mereka tidak sabar, saya bisa berjalan sendirdi jalur lain”
“Saya tidak peduli butuh waktu berapa lama untuk saya menyelesaikan tahapan ini, saya hanya harus melewatinya. Dan benar-benar mewujudkan mimpi saya terlebih dulu. Saya yakin mereka masih mau jalan bersama saya. Jika tidak, saya bisa berjalan sendiri di jalur lain”
Saat saya untuk sejenak meninggalkan teman-teman yang sudah saya ajak untuk berjalan di jalur yang sama, lalu saya ingin mengejar impian yang lain. Maka, saya berkata dalam hati :
“Kalau sampai ini terwujud, maka saya tidak peduli jika harus meninggalkan mereka. Saya bisa berjalan sendiri. Masih lama juga waktunya kan”
Saat teman-teman yang saya ajak untuk berjalan bersama, lalu memutuskan untuk meninggalkan saya. Saya tidak bersedih. Saya hanya berkata dalam hati :
“ Tidak masalah. Saya bisa berjalan sendiri di jalur lain”
Dan benar-benar mempersiapkan beberapa hal untuk mempersiapkan perjalanan baru saya sendirian.
Saat seorang teman mengajak saya kembali ke jalur di mana saya ditinggalkan. Saya bertanya:
“Benarkah saya ingin kembali? Benarkah saya menyukai jalur itu? Cukup beranikah saya tetap berjalan sendiri? ”
Dan ternyata tidak. Saya tidak cukup berani. Maka, saya kembali ke jalur itu. Jalur yang ternyata buntu. Jalur yang membuat saya putar balik untuk berani berjalan sendiri lagi. Untuk berani kembali ke jalur yang memang dari awal sudah berkali-kali saya pikirkan.
Andai saya seyakin saya yang dulu. Saya yang tidak mempedulikan kemungkinan-kemungkinan buruk selain hal-hal baik yang pasti bisa saya capai. Saya tidak perlu menghabiskan waktu begitu lama hanya untuk uji coba jalur yang sesungguhnya tidak benar-benar saya inginkan. Saya baru menyadarinya. Karena bukankah jika saya benar-benar menginginkannya saya tidak akan memikirkan jalur lain?
Dan kini saya akan memulai perjalanan kembali. Di jalur yang seharusnya saya lalui sendiri dari dulu. Saya berada di garis Finish. Tapi juga berada di garis Start. Benar-benar di tempat yang sama. Saya hanya baru saja melewati jalur yang tidak berakhir menyenangkan, dan akan memulai perjalanan baru. Saya kembali mengingat semuanya, kenapa saya memilih ini dan itu. Semua karena saya meragu.
Maka, saya hanya perlu mengingat hal ini di masa depan. Jika ada dua pilihan, saya sudah mengambil satu pilihan dan masih meragu, maka harusnya saya meninggalkan pilihan pertama dan beralih ke pilihan kedua. Karena jika pilihan pertama adalah kebenaran dan saya meyakininya, saya tidak akan meragu dan buang waktu memikirkan pilihan kedua.
Dan tidak perlu buang waktu berjalan di jalur yang salah hanya untuk cari tahu dimana letak garis Finish. Karena terletak di mana semuanya berawal.