Jumat, 23 Desember 2016, Banda Neira mengumumkan mereka bubar. Saya pertama kali tau justru bukan dari instagram, melainkan facebook. Sudah beberapa hari saya tidak mengakses internet. Lalu, ketika iseng buka facebook, melihat update status seorang teman mengenai berita tersebut. Alhasil, saya pun kemudian browsing kesana kemari. Benar memang, Rara Sekar dan Ananda Badudu memutuskan untuk berhenti bersama, tidak melanjutkan Banda Neira. Ketika saya buka twitter, melihat hashtag #TerimaKasihBandaNeira, ada salah satu cuitan seseorang, ia berkata kurang lebih “padahal belum kesampaian nonton langsung, malah mereka sudah bubar” that exactly what I was thinking when I read the news mulai dari thejakartapost sampai website-website anak muda yang entah lupa namanya apa aja.
Saya masih ingat pertama kali tau Banda Neira adalah dari poster acara di timeline Line yang dibagikan oleh seorang teman yang berkuliah di sebuah universitas di Bandung. Hanya sebuah nama dari sekian banyak daftar performer di acara tersebut. Jauh setelah itu, saya baru benar-benar “kenal” –mendengarkan musiknya, ketika sedang kesepian sendirian di rantau sebagaimana yang pernah saya ceritakan disini. Saya menemukan salah satu lagu mereka dalam playlist channel Youtube Indie Lokal yang kala itu hampir tiap hari menemani saya menyelesaikan kerjaan. Dari sekian banyak lagu indie yang saya dengarkan dari channel tersebut, entah mengapa saya suka Banda Neira.
Setelah itu, rasanya lagu dalam album “Berjalan Lebih Jauh”, jadi “soundtrack” hari-hari saya. Tiap pagi, setiap kali saya merasa enggan untuk berangkat ke kantor, ada “Berjalan lebih jauh” yang mengingatkan saya akan segala kemungkinan baik yang mungkin saja bisa terjadi jika saya menyegerakan diri untuk berangkat. “Senja di Jakarta” memaksa saya mengabaikan semrawutnya Jakarta, dan percaya untuk bisa menikmati senjanya.
Bukan hanya tentang makna setiap bait liriknya yang mungkin sesuai dengan yang sedang terjadi. Namun, peristiwa apapun yang kala itu saya alami, lagu-lagu Banda Neira menemani.
Maka ketika kini saya kembali mendengarkan lagu-lagu tersebut, berbagai memori berlomba untuk berlari ke permukaan. Bahagia, bersemangat, sedih, lelah, kesepian, rindu yang dulu saya alami, rasanya seperti baru saja kemarin terjadi.
Terima kasih Banda Neira,
karena telah menemani saya; setiap hari ketika otak tidak bekerja dengan baik dan kerjaan menumpuk, setiap pengalaman pertama yang berharga kala itu, setiap senja dari lantai 28, setiap langkah dalam perjalanan pulang, setiap sepi ketika makan malam sendirian, dan setiap malam ketika tiba-tiba rindu rumah.
Terima kasih telah menjadi bagian dari salah satu pengalaman luar biasa yang pernah terjadi dalam hidup saya.